Pendidikan Rohani Keluarga Muslim Pada Masa Balita

Pendidikan rohani adalah salah satu aspek terpenting dalam pendidikan Islam, karena hal ini menyangkut aqidah dan akhlaq. Berikut beberapa poin terkait pendidikan rohani:

1. Penanaman Aqidah sejak dini

Mengenai penanaman aqidah ini, Nabi saw. pernah bersabda:

حدثنا آدم حدثنا ابن ابى ذئب عن الزهري عن ابى سلمة بن عبدالرحمن عن ابى هريرة ر- ع قال قال النبي ص- م كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودان اوينصرانه اويمجسنه كمثل البهيمة تنتج البهيمة هل ترى فيها جدعاء {رواه البخارى}

Artinya; “Dari Abu Hurairah ra. berkata, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, ‘Setiap anak itu dilahirkan menurut fitrahnya, maka hanya kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, seorang Nasrani, atau seorang Majusi. Sebagaimana binatang ternak akan melahirkan binatang ternak yang sempurna. Apakah engkau lihat ada binatang yang lahir dalam keadaan terpotong telingnya?” (Hadis Riwayat Bukhari, juz I, hlm. 292, Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya juz I hlm. 29, dan Baihaqi dalam Kitab Sunannya juz 6, hlm. 918, dll).

Betapa jelasnya bunyi hadis ini, karena tangan-tangan orang tuanya lah si anak dapat berubah arah. Dari sejak dini, setiap orang tua harus memupuk aqidah putra-putrinya. Dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, seperti mengaji al-Quran di hadapan sang bayi, selalu mendoakannya di setiap kesempatan, dsb. Tentunya hal tersebut memerlukan tenaga ekstra dan kesabaran yang ekstra pula. Namun buah atau hasilnya pun akan sepadan. Bukankah doa anak yang soleh merupakan salah satu amal yang tak akan terputus meski kita telah wafat. Seorang anak yang soleh pun dapat memberikan syafaat bagi kita kelak di akhirat. Dan bagaiamana pun, penataan pendidikan manusia agar beriman dan bertakwa sebagai ikhtiar manusia hendaknya bermula dari niat orang tua yang menjadi wasilah dilahirkannya anak, sesuai dengan harapan dan permohonannya kepada Allah dalam setiap doanya:

...رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

...“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon [25] :74)

2. Pencurahan kasih sayang

Rasul sering kali menunjukkan pada para sahabat tentang arti penting kasih sayang seorang orang tua terhadap anak-anaknya. Adapun beberapa hal yang dicontohkan oleh Rasul berkaitan dengan bayi yang baru lahir, di antaranya:

a. berzikir mengharapkan keselamatannya ketika proses kelahiran. Ibnu Taimiyyah dalam bukunya yang berjudul al-Kalimu at-Thayyib menyebutkan bahwa ketika Fathimah ra., putri Rasulullah saw. telah dekat masa kelahirannya, Rasulullah saw. memerintahkan kepada Ummu Salamah dan Zaenab binti Jahsy agar keduanya datang menemui Fathimah ra. untuk membacakan didekatnya ayat Kursi, al-A’raff ayat 54, dan surat al-Mu’awwidzatain.

b. mensyukuri kelahirannya, tentunya seorang muslim haruslah senantiasa mensyukuri karunia-Nya. Rasul saw. pernah bersabda, “Tidaklah sekali-kali Allah menganugerahkan kepada hamba-Nya suatu nikmat baik berupa seorang istri ataupun anak, lalu ia mengucapkan ‘Segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam,’melainkan Dia akan memberi yang lebih baik daripada yang diambil-Nya.”

c. tidak membencinya sekalipun ia “anak zina”, hal ini berdasarkan keterangan hadis tentang seorang wanita dari Bani Ghamadiyyah yang mengaku kepada Rasulullah saw. bahwa ia telah mengandung anak hasil zina. Menanggapi pengakuan wanita tersebut, Rasul tidak menunjukkan isyarat agar wanita tersebut melakukan aborsi sebelum ia dieksekusi. Sebaliknya, Rasul memerintahkannya agar ia melahirkan bayi itu dan merawaytnya sampai bayi itu dapat diurus oleh orang lain. Hal ini menunjukkan wujud kasih sayang seorang Rasul sebagai upayanya untuk menjaga fitrah bayi tersebut.

d. mempercepat salat karena mendengar tangisan anak. Rasul pernah menegaskan hal ini dalam sabdanya:”Sesungguhnya bila aku sedang shalat dan bermaksud memperpanjangnya, lalu kudengar suara tangisan anak, maka terpaksa aku mempercepat shalatku karena aku menyadari bahwa ibunya pasti terganggu oleh tangisan anaknya itu.” (HR. Bukhari).

3. pendidikan kesabaran

Pendidikan kesabaran mencakup dua aspek permasalahan. Aspek pertama adalah kesabaran orang tua —terutama ibu— dalam memenuhi kebutuhan bayinya. Kesabaran dalam hal ini dapat di atasi dengan baik oleh sebagian besar ibu —karena itulah para ibu dimulyakan. Namun jika ada orang tua yang tidak mampu sabar dalam hal ini, maka ada suatu pesan dari Rasul bagi mereka tentang faedah bersabar terhadap anak, yang diriwayatkan oleh Aisyah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:

من ابتلي من هذه البنات بشيئ كن له سترا من النار (رواه البخارى)

“Barang siapa yang mendapatkan suatu ujian karena anak-anak perempuannya, maka mereka akan jadi penghalang baginya dari api neraka.” (HR. Bukhari no. 1418, Muslim no. 2629, Tirmidzi no. 1980, dan Ahmad).

Dari hadis tersebut diketahui, bahwasanya jika orang tua dapat bersabar terhadap cobaan dari anaknya, Rasul menjamin dirinya akan terjauh dari neraka dan --dalam riwayat lain-- akan mendapatkan surga.

Adapun aspek kedua adalah kesabaran ketika sang buah hati wafat. Kelahiran seorang anak adalah suatu kabar gembira bagi para orang tua, dan sebaliknya, meninggalnya seorang anak adalah hal yang sangat tidak diinginkan setiap orang tua. Dalam Islam tidak ada larangan bagi para orang tua untuk menangisi anaknya yang meninggal, karena itu adalah tanda kasih sayang kita. Rasul pun pernah menangis ketika seorang cucunya wafat, kemudian Beliau bersabda,”(air mata) ini adalah pertanda kasih sayang yang dianugerahkan oleh Allah dalam kalbu hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya Allah hanya merahmati hamba-hamba-Nya yang berhati penyayang.”(Muttafaqun ‘alaih).

Meski tidak ada larangan menangisi kepergian buah hati, seorang muslim tetap dianjurkan untuk dapat bersabar atasnya, dan tentuya terlarang baginya jika sampai bertekad mengingkari kehendak-Nya. Bagi mereka yang bisa bersabar atas cobaan tersebut akan berkesempatan mendapatkan tiket surga disebabkan adanya syafaat dari buah hatinya yang meninggal tersebut bagi kedua orang tuanya. Diriwayatkan oleh Abu Hassan yang telah menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Abu Hurairah: “Sesungguhnya dua orang anakku telah meninggal dunia. Sudikah kiranya Engkau menceritakan kepadaku hadits dari Rasulullah saw. yang dapat menghibur hatiku karena kehilangan kedua anakku itu?” Abu Hurairah menjawab,”Baiklah, anak-anak kaum muslim akan menjadi penghuni kecil di dalam surga. Seseorang di antara mereka akan menjemput ayahnya atau kedua orang tuanya, lalu enarik bajunya atau tangannya sebagaimana aku menarik ujung bajumu ini, dan tiada hentinya atau tidak mau berhenti sebelum Allah memasukkan orang tuanya bersamanya ke dalam surga.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Hal yang serupa berlaku bagi ibu yang bayinya keguguran (as-siqth) saat melahirkan. Mengenai bayi yang keguguran ini, Rasulullah saw. bersabda:

والًذي نفسي بيده انً السًقط ليجرً امًه بسرره الى الجنًة اذا احتسبته

“Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya siqth benar-benar akan menarik ibunya ke dalam surga dengan pusarnya bila sang ibu rela dengan kehilangannya.” (HR. Ahmad no. 21076 dan ibnu Majah dalam Kitab Janaiz no.1598)

Kedudukan ini hanya diperoleh bagi sang ibu yang sabar demi mengharapkan pahala Allah karena kematian bayinya. Dari hadis ini pun kita dapat melihat bagaimana perhatian Islam yang sedemikian besarnya kepada anak meskipun masih berupa janin.Bahkan dalam menshalatkan seorang jenazah anak yang belum baligh, menurut beberapa ulama dianjurkan membaca doa khusus. Hal ini sebagaimana diriwayatkan bahwa Hasan Bashri membacakan doa:

اللهمً اجغله لنا فراطا وسلفا واجرا

“Ya Allah, jadikanlah anak ini bagi kami sebagai pendahulu, tabungan, dan pahala.” (HR. Bukhari)

Komentar